Alur Mediasi

Dalam proses penyelesaian perkara perdata, Majelis Hakim wajib memediasikan para pihak sebagai pelaksanaan ketentuan dari Pasal 130 HIR/154 RBg sebelum melanjutkan pemeriksaan perkara. Mahkamah Agung pun telah mengakomodir ruang perdamaian tersebut dengan PERMA No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan saat ini untuk memaksimalkan penggunaan teknologi untuk memudahkan proses peradilan Mahkamah Agung juga telah menetapkan PERMA No. 3 Tahun 2022 tentang Mediasi di Pengadilan Secara Elektronik. Dalam hal pelaksanaan mediasi elektronik, haruslah disetujui oleh para pihak dan/atau kuasanya, bila salah satu pihak tidak menyetujui pelaksanaan mediasi elektronik, maka mediasi dilaksanakan secara manual.
Adapun jenis perkara yang wajib menempuh proses mediasi adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui mediasi meliputi:
- Sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi:
- Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
- Sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
- Keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
- Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
- Permohonan pembatalan putusan arbitrase;
- Keberatan atas putusan Komisi Informasi;
- Penyelesaian perselisihan partai politik;
- Sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
- Sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya Penggugat atau Tergugat yang telah dipanggil secara patut;
- Gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
- Sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
- Sengketa yang diajukan ke pengadilan setelah diupyakan penyelesaian di luar pengadilan melalui mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh para pihak dan Mediator bersertifkat.
Pada dasarnya perdamaian yang diakomodir oleh Pengadilan, yaitu:
-
- Perdamaian melalui mediasi yang diperintahkan oleh Majelis Hakim Pemeriksa Perkara dan wajib dilakukan oleh para pihak sebelum Majelis Hakim memeriksa perkara, selain perkara yang dikecualikan untuk dilakukan mediasi. Jangka waktu mediasi tersebut adalah 30 (tiga puluh) hari kerja dengan perpanjangan 30 (tiga puluh) hari kerja. Para pihak dapat memilih mediator hakim ataupun mediator non hakim yang terdaftar pada pengadilan. Pada saat Majelis Hakim telah memerintahkan untuk dilakukan mediasi, maka proses persidangan ditunda hingga Majelis Hakim menerima laporan hasil mediasi dari Mediator.
- Perdamaian melalui mediasi sukarela pada tahap pemeriksaan perkara. Mediasi ini dilakukan setelah para pihak tidak berhasil mencapai perdamaian dalam mediasi wajib, maka proses perkara dilanjutkan dengan pemabacaan gugatan dan seterusnya. Mediasi sukarela pada tahap pemeriksaan perkara dilakukan pada rentang waktu antara setelah pembacaan gugatan hingga sebelum pembacaan putusan dengan cara mengajukan permohonan mediasi sukarela kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara, lalu Majelis Hakim akan membuat penetapan penunjukan salah seorang Hakim dari Majelis Pemeriksa Perkara untuk memediasikan para pihak dan persidangan akan ditunda untuk paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak penetapan ditetapkan.
- Perdamaian melalui kesepakatan perdamaian sukarela pada tahap upaya hukum. Dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak sepanjang perkara belum diputus pada tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Atau apabila dikehendaki, para pihak melalui Ketua Pengadilan mengajukan kesepakatan perdamaian secara tertulis kepada Majelis Hakim Pemeriksa tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali untuk diputus dengan Akta Perdamaian dengan catatan wajib memuat ketentuan yang mengesampingkan putusan yang telah ada.